Sabtu, 16 April 2016

Review Buku: HUJAN - Tere Liye

Judul: HUJAN
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 2016
Tebal: 320 hlm

Apa yang terjadi, jika hujan tidak pernah turun lagi? Apa yang terjadi, jika kamu tidak mengingatku lagi? Seperti orang-orang yang lupa tentang hujan?
  
Blurb:
Tentang persahabatan.
Tentang cinta.
Tentang perpisahan.
Tentang melupakan.
Tentang hujan.

Review:
“Lail, kamu tahu kenapa kita mengenang banyak hal saat hujan turun? Karena kenangan sama seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya.”


Cerita yang diangkat pada novel Hujan mengingatkanku dengan film Eternal Sunshine of The Spotless Mind di mana Clementine–sang tokoh utama wanita dalam film tersebut–memutuskan untuk pergi ke Lacuna Inc. yang merupakan jasa penghapusan memori untuk menghapus semua kenangannya bersama seseorang yang pernah penting di dalam hidupnya.

Sama halnya dengan Lail, wanita berusia 21 tahun yang ada pada novel Hujan. Ia memutuskan untuk pergi ke Pusat Terapi Saraf untuk menghilangkan ingatannya tentang Esok–lelaki yang tidak pernah ia sangka akan sangat berpengaruh di dalam hidupnya.

Esok adalah nama anak laki-laki yang memegang tas punggungnya di lubang tangga darurat kereta bawah tanah saat gempa besar sedang terjadi. Anak laki-laki yang menjemputnya sebelum hujan asam turun. Anak laki-laki yang menjadi teman baiknya selama di tenda pengungsian. Anak laki-laki dengan sepeda merah kebanggaannya yang membuatnya merasakan cinta.

Hujan berisikan 32 bab tentang alur kehidupan Lail sejak ia masih seorang gadis kecil berusia 13 tahun, mulai dari saat ia harus kehilangan kedua orangtuanya karena sebuah bencana alam, bertemu dan menjalani hari demi hari bersama Esok, bertemu dengan seorang teman baru yang sangat periang, sampai rasa cemburu yang mulai ia rasakan saat melihat orang yang ia sukai bersama perempuan lain.

Pada bab-bab awal, aku merasa cerita Tere Liye yang satu ini cukup datar dan tidak terlalu membawa emosi kita naik-turun. Tere Liye lebih memfokuskan dengan aktivitas yang dihabiskan Lail bersama Maryam–teman sekamarnya. Tapi, lagi-lagi Tere Liye selalu bisa membuat kita penasaran dan tercengang. Bayangkan saja, novel ini menggunakan latar tahun 2042–2050 dengan segala kecanggihan teknologi yang ada. Beberapa teknologi yang dijelaskan oleh Tere Liye di novel ini mengingatkanku dengan beberapa film seperti Back to The Future, Tomorrowland, atau bahkan TV Series: The Flash–saat mereka berada di Earth 2.

Di novel ini selain bertemu dengan Lail dan Esok, kalian juga akan bertemu Maryam–gadis kecil yang periang dan penuh semangat. Lail sangat bersyukur bertemu dengan Maryam dengan segala tingkah lakunya yang menyenangkan sehingga mampu membuat hari-hari Lail menjadi lebih baik–terlepas dari tingkahnya yang senang sekali menggoda Lail dengan Esok.


“Apakah setiap kejadian penting dalam hidupmu terjadi saat hujan? Kalau begitu, itu kabar buruk bagimu, Lail. Jangan pernah jatuh cinta saat hujan, Lail. Karena ketika besok lusa kamu patah hati, setiap kali hujan turun, kamu akan terkenang dengan kejadian menyakitkan itu. Masuk akal, bukan?”


Seperti novelnya kebanyakan, jika menyangkut tentang cinta Tere Liye tidak terlalu menunjukan kata-kata cinta yang indah lewat karakternya. Ia lebih memilih untuk membuat karakternya membuktikan cinta mereka dengan sebuah perbuatan. Manis, bukan? Di novel ini pun kita diberikan pelajaran mengenai konsep ‘melupakan’.


“Bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah melupakan.”


Aku berikan 4 dari 5 bintang untuk novel yang satu ini!  Bagaimana dengan kalian? 



Continue reading