Kamis, 30 Juni 2016

Review Buku: Apa Pun selain Hujan - Orizuka


Judul: Apa Pun selain Hujan
Penulis: Orizuka
Penerbit: GagasMedia
Terbit: 2016
Tebal: 288 hlm
ISBN: 979-780-850-5

“Aku mohon, Kay,” kata Wira, tak tahan lagi melihat Kayla yang sudah kuyup. “Apa pun selain hujan.”

Blurb:
Wira membenci hujan. Hujan mengingatkannya akan sebuah memori buruk, menyakitinya…

Agar bisa terus melangkah, Wira meninggalkan semuanya. Ia meninggalkan kota tempat tinggalnya. Meninggalkan mimpi terbesarnya. Bahkan, meninggalkan perempuan yang disayanginya.

Namun, seberapa pun jauh langkah Wira meninggalkan mimpi, mimpi itu justru semakin mendekat. Saat ia sedang berusaha keras melupakan masa lalu, saat itulah ia bertemu Kayla.

Pertemuan itu mengubah segalanya.

Sebuah novel tentang melepaskan mimpi di bawah hujan. Tentang cinta yang diam-diam tumbuh bersama luka. Juga tentang memaafkan diri sendiri.

Review:
Wirawan Gunadi harus rela melepaskan cita-cita menjadi seorang taekwondoin semenjak kejadian buruk yang menimpa dirinya dan kedua sahabatnya. Dengan trauma akan hujan yang terus menghantuinya serta gunjingan dari orang-orang di sekitar, ia memutuskan untuk melarikan diri dari hiruk pikuk kota Jakarta dan menetap di sebuah kota di mana tidak seorang pun akan mengenalnya.

Bersama memori buruk dan rasa bersalah yang terus menghampirinya, Wira mencoba memulai hidup baru sebagai mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Brawijaya di kota Malang. Di sana, sosoknya yang pasif semakin menjadi pribadi yang tidak tersentuh. Wira membangun benteng yang kokoh supaya tidak seorang pun bisa menyentuh bagian kelam dari dirinya. Tapi, sayangnya, perlahan-lahan benteng yang ia bangun runtuh semenjak ia dipertemukan dengan gadis bernama Kayla.

Pertemuan yang tidak disengaja itu menghasilkan pertemuan-pertemuan manis di antara keduanya. Kayla yang periang dan penuh semangat datang bagaikan penyelamat untuk Wira yang rapuh dan butuh pertolongan. Kayla dengan sepeda mini merah mudanya membantu Wira untuk mengayuh dan terus mengayuh roda kehidupan yang tengah dijalaninya.

Tapi, saat hujan turun, kenangan yang selama ini Wira hindari tidak pernah absen untuk ikut serta di dalamnya. Wira tidak bisa menghentikan hujan, apalagi kenangan yang hadir di setiap hujan tiba. Hanya saja, kali ini mungkin berbeda. Wira tidak lagi sendirian melaluinya, ada Kayla di sampingnya. Pertanyaan, apakah sosok Kayla dapat membantu Wira untuk bangkit dan berdamai dengan masa lalunya?


“Semua orang pernah berbuat kesalahan. Kalian harus belajar memaafkan diri kalian sendiri.”


Straight to the point. Pada Apa Pun selain Hujan, Orizuka sudah menguraikan memori buruk yang terjadi pada karakter Wira di bagian prolog. Sehingga, kita langsung bisa membaca cerita dengan nyaman tanpa harus menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. Cerita pun kemudian dimulai dengan bagaimana Wira menjalani kehidupan barunya bersama bayang-bayang masa lalu yang masih sering menghampirinya.

Meski alur yang digunakan terkesan lambat, tidak mengurungkan niatku untuk bermalas-malasan menghabiskan novel 288 halaman ini. Bahkan, aku menghabiskan novel ini in just one sit dan hanya berhenti dua kali karena menangisTapi, itulah kehebatan Orizuka dalam mengolah sebuah cerita. Dengan alur yang lambat di awal cerita, menjadikan pembaca benar-benar memahami cerita tersebut dari awal dan menemukan kepuasan sendiri di akhir cerita.

Ya, aku benar-benar puas membaca novel ini. Tema, alur, tokoh, penokohan, dan setting yang digunakan benar-benar tepat sesuai takaran. Tema yang diangkat sederhana, konflik yang disuguhkan Orizuka tidak berlebihan dan dapat kita lihat sendiri cerminannya di kehidupan sehari-hari.

Wira yang rapuh, Kayla yang penuh semangat, Uti yang sabar, Attar yang menurutku cukup menggemaskan (ha ha!), teman-teman baru Wira yang hangat, dan tokoh-tokoh pendukung lain yang dihadirkan Orizuka pada novel ini sangat beranekaragam. Di antara semua tokoh yang ada, yang paling menarik perhatianku adalah teman-teman Wira di kampus. Mereka menambahkan nuansa baru pada Apa Pun selain Hujan lewat candaan-candaan ringan yang menggelitik, juga lewat ketulusan mereka menerima sosok Wira yang selama ini sangat tertutup dengan mereka.

Setting tempat yang digunakan pada Apa Pun selain Hujan adalah kota Malang yang berfokuskan lingkungan Universitas Brawijaya. Di sini, aku berani mengacungi dua jempol atas riset Orizuka yang memutuskan pergi ke Malang untuk mendalami latar cerita. Hasilnya benar-benar memuaskan! Gambaran detail mengenai tempat-tempat yang dikunjungi Wira sudah sangat jelas dan mudah dipahami sekaligus dibayangkan.

Beberapa bagian favoritku di Apa Pun selain Hujan adalah interaksi yang terjadi antara Wira dan Kayla serta candaan yang mereka lempar satu sama lain. Wira yang pendiam dan pemalu seakan-akan tersihir dengan Kayla yang terang-terangan dan senang memberi sinyal-sinyal maut. (You know what: kode.) Lalu, ada satu adegan yang bikin aku cekikikan setengah mati. Aku menyebutnya dengan adegan senior-jari-kelingking, sumpah, ya, humor yang disuguhkan Orizuka selalu juara!


“Nggak apa-apa, Wira. Selama kamu tahu letak kesalahanmu dan bersedia memperbaiki diri, nggak apa-apa.”


Pesan-pesan yang ingin disampaikan Orizuka lewat tokoh-tokoh yang ada sangat banyak dan penuh makna. Melalui karakter Wira, pembaca dapat belajar untuk memaafkan diri sendiri. Kemudian, pesan lain yang aku tangkap dari Orizuka adalah apa pun yang sudah terjadi, kita tidak bisa kembali lagi ke masa itu untuk mengulang bahkan memperbaiki. Semua itu sudah ada di belakang, sudah sepantasnya kita bangkit dari keterpurukan dan bersiap menghadapi hari esok dengan penuh semangat dan rasa percaya diri. Jalani hidup sebagaimana mestinya.


“Tapi kamu juga punya kuasa untuk memercayai dirimu sendiri, juga orang-orang yang benar-benar sayang dan peduli padamu. Kalau kamu selalu percaya omongan orang lain, kamu tidak akan bisa bahagia.”


Lalu, janganlah terlalu mendengarkan atau memikirkan apa kata orang lain tentang hidupmu. Hidupmu, kamu yang menjalani. Terserah apa kata mereka. Just live your life and prove them wrong. Percaya dengan dirimu sendiri. Percaya dengan kemampuanmu. Percaya dengan mimpimu.

Kehangatan teman-teman Wira di Teknik Sipil memberikanku pukulan kecil sebagai pengingat untuk tidak menghakimi seseorang hanya karena dia senang menyendiri–atau apa pun itu. Aku jadi teringat dengan kutipan, “Everyone you meet is fighting a battle you know nothing about. Be kind. Always.” Mungkin hal itu yang tertanam di benak mereka. Ah, teman-teman Wira sangat pantas menyandang sebutan friendship goals.

Kemudian, kecintaan Wira terhadap taekwondo membuatku termotivasi untuk menekuni apa yang kucintai. Wira dan juga Kayla membuatku tersadar bahwa ada cita-cita yang sudah lama kuidam-idamkan dan meminta untuk segera diwujudkan. Semoga kalian yang sudah membaca atau berencana membaca Apa Pun selain Hujan juga berpikir demikian.


“Kamu sekarang ada di sini. Kamu tidak bisa mundur. Kamu hanya bisa berjuang.” 


***

P.S.
Terima kasih kepada GagasMedia lewat Truly Love Blog Tour-nya aku berkesempatan memenangkan buku Orizuka - Apa Pun selain Hujan. Terima kasih kepada Kak Luckty selaku host dari giveaway Apa Pun selain Hujan.

Terima kasih dan selamat kuucapkan kepada Kak Orizuka atas karyanya yang ke-25 ini. Semoga kedepannya semakin mantap lagi, ya! Aku memberikan Apa Pun selain Hujan 4 dari 5 bintang. Bagaimana dengan kalian?



Continue reading

Kamis, 16 Juni 2016

Pengalaman Seleksi PPA BCA



Halo, teman-teman! Apa kabar? Semoga sehat selalu, ya. Di postingan kali ini, aku ingin berbagi informasi sekaligus pengalaman dalam mengikuti tes Seleksi Program Pendidikan Akuntansi/Program Pendidikan Teknologi Informasi (PPA/PPTI)–program yang aku pilih adalah Program Pendidikan Akuntansi (PPA). Nah, untuk kalian yang tidak tahu apa itu PPA silakan baca keterangan di bawah, ya.

Program Pendidikan Akuntansi (PPA) setara S1 non gelar yang diselenggarakan BCA merupakan salah satu program Corporate Social Responsibility (CSR) dari BCA. PPA BCA dirancang khusus untuk memberikan kesempatan bagi lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan di bidang akuntansi. Pendidikan diberikan oleh para dosen dari sejumlah universitas terkemuka dan bertempat di BCA Learning Institute selama 30 bulan. Untuk informasi lebih lanjut, silakan langsung ke website Karir BCA di sini.

***

Pendaftaran seleksi PPA BCA dilaksanakan online, calon peserta diminta untuk mengisi formulir yang ada di website dan mengirim file yang berisi nilai rapor SMA–file yang dikirim berupa Form Excel yang sudah disediakan oleh BCA. Aku sendiri mendaftar PPA sekitar Agustus 2015 akhir dan baru awal November menerima SMS dari pihak mereka untuk mengikuti Seleksi PPA/PPTI yang pertama pada tanggal 12 November 2015.

Pada tes seleksi yang pertama, tes yang diujikan adalah tes psikotes. Dalam satu hari akan dilaksanakan tahap 1 dan 2 dengan menggunakan sistem gugur, jadi mereka yang mengikuti psikotes tahap 2 adalah mereka yang berhasil lulus di psikotes tahap 1. Isi dari psikotes tahap 1 terdiri dari menghitung jumlah kubus bertumpuk, wacana sederhana, melanjutkan pola barisan angka, gambar yang saling berhubungan, hitungan dasar (tambah, kurang, kali, bagi), matematika sederhana seperti SPLDV yaitu menentukan umur, harga barang, dll. Soal di psikotes tahap 1 cukup banyak sedangkan waktu yang diberikan terbatas, maka dari itu kita memerlukan kecepatan dan ketelitian dalam mengerjakan soal.

Setelah beberapa jam menghabiskan waktu dengan kertas-kertas soal, kita diberikan waktu istirahat sambil menunggu pengumuman siapa saja yang lulus ke tahap 2. Oh, iya, di waktu istirahat peserta dikasih makanan gratis, lho! Baik banget ‘kan mereka? He he, beberapa menit setelah beberapa dari kami selesai makan maupun salat, pengumuman pun ditempel di depan ruangan tes kami. Dari sekitar 25-an orang (maaf, sudah lupa) ternyata ada nama Salsabila Shafa Rahma di sana! Ih, kaget, nggak nyangka banget Ya Allah. I was so happy and nervous at the same time. Aku pun buru-buru mengirim SMS ke mama dan meminta doa yang terbaik.

Berbeda dengan psikotes tahap 1 yang menekankan akademis seseorang, pada psikotes tahap 2 lebih mengarah ke kepribadian seseorang. Tes yang ada berupa tes wartegg, menggambar pohon, membuat paragraf tentang cita-cita, menjawab pertanyaan sederhana, dan tes kraeppelin. Nah, di tes psikotes tahap 2 ini sudah mulai berasa banget capeknya, terutama untuk tes terakhir yaitu tes kraeppelin atau yang biasa dikenal dengan tes koran–beuh, sampai rumah leherku langsung pegal-pegal karena kelamaan nunduk! Ha ha, but it was a good experience for me! Untuk tes-tes yang sudah aku sebutkan silakan Google saja ya untuk informasi lebih lanjut!

Aku senang sekaligus lega banget setelah selesai tes psikotes yang memakan waktu seharian itu. Aku juga senang karena dengan tes psikotes PPA BCA aku dapat bayangan bagaimana tes psikotes untuk melamar pekerjaan nanti. Oleh karena itu, aku sempat berpikir entah lulus atau tidak, mengikuti tes psikotes PPA BCA benar-benar pengalaman yang menyenangkan dan juga bermanfaat. Kalian harus coba juga ya kalau ada kesempatan! 

***

Beberapa minggu kemudian aku ditelpon oleh pihak PPA/PPTI untuk mengikuti interview 1 pada tanggal 3 Desember 2015 di BCA Banjarmasin. Waktu menerima telpon, perasaanku benar-benar campur aduk. Eh, iya? Masa, sih, aku lulus? Benar-benar unexpected! Tapi, ya, Alhamdulillah, aku bersyukur karena aku termasuk dalam tiga orang yang lulus dari tes psikotes 2. 

Waktu itu aku diminta untuk datang jam 2 siang, cuma giliran dipanggil untuk wawancaranya sekitar jam 3. Untuk dress code bebas, dua temanku dari sekolah lain masih pakai baju seragam, sedangkan aku pakai batik dan celana kain–karena aku pikir kalau pakai baju seragam yang sudah dipakai seharian bakalan gerah dan bikin aku nggak enak selama interview. So, yeah, kalau kalian akan mengikuti interview pakailah pakaian yang kalian rasa nyaman tapi tetap harus sopan dan rapi.

Pada interview 1 ini aku ditanyai tentang aktivitas sehari-hari mulai dari bangun pagi sampai tidur kembali. Selain itu pewawancara juga menanyakan tentang keluarga terutama orangtua, mulai dari pekerjaan, sifat atau hal apa yang kita sukai dan kurang sukai dari orangtua, sampai lebih dekat dengan siapa di antara ayah dan ibu. Pewawancara juga bertanya mengenai kegiatan dan prestasi di sekolah, pelajaran yang disukai atau tidak sukai beserta alasan, serta pertanyaan-pertanyaan seputar teman dekat.

Pertanyaan-pertanyaan pada interview 1 ini cenderung mengarah kesehariaan dan kepribadian kita. Kita akan lancar menjawab kalau kita menjawab pertanyaannya dengan jujur. Ingat, ya, jujur! Jangan berbohong atau menambahkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan karena bisa saja pewawancara akan menanyai hal tersebut lebih lanjut dan nantinya kita malah bingung mau jawab gimana. Jangan lupa juga untuk senyum dan rileks selama interview, ya. Setelah selesai interview, aku pun pamit dan pewawancara bilang untuk informasi kelulusan akan langsung dihubungi lewat telpon.

***

Beberapa hari kemudian aku dapat telpon kembali dari pihak mereka yang memintaku untuk mengikuti interview 2 pada tanggal 21 Desember 2015. Alhamdulillah, ternyata dari tiga orang peserta, aku dan salah seorang temanku lulus untuk mengikuti interview yang kedua ini. Nah, menurutku pada interview 2–masih di tempat yang sama dengan pewawancara berbeda–topik yang dibicarakan kurang lebih sama saja dengan interview 1 namun kita diminta untuk lebih mantap lagi dalam menjawabnya.

Di sini selain kita ditanyai kembali tentang kegiatan kita di sekolah, pekerjaan orang tua dan sifat-sifat mereka, kita juga diminta untuk mendeskripsikan sifat yang ada pada diri kita, yang baik maupun buruk. Kemudian, kita juga ditanyai tentang kegiatan organisasi yang kita ikuti di sekolah serta bagaimana cara kita membagi waktu untuk belajar. Kita juga ditanyai apa alasan dan motivasi kita mengikuti program ini dan seandainya kita lulus bagaimana jurusan serta cita-cita yang sudah kita inginkan sebelum kita tahu dengan program ini.

Jujur, aku merasa sangat nyaman berbicara dengan pewawancara kedua ini, mungkin belajar dari interview sebelumnya kali ya? He he. Alhamdulillah, aku berhasil melewati interview 2 ini dengan hati yang tenang, I had so much fun talking with interviewer although it just through a skype!

***

And I never been so much speechless and shocked at the same time in my life ketika aku kembali ditelpon oleh pihak mereka untuk mengikuti Medical Check Up pada 29 Desember 2015. Aku pun langsung memberi tahu mamaku karena dia paling semangat dan mendukung aku untuk ngambil program ini. Dengan bermodalkan Bismillah, aku pun mengikuti serangkaian Medical Check Up dan kemudian mengirimkan hasilnya ke BCA. 

Meskipun dengar-dengar mereka yang sudah mengikuti Medical Check Up sudah pasti lulus, aku masih harap-harap cemas. Aku kayak masih nggak nyangka sudah melewati berbagai macam tes. Sampai pada tanggal 26 Januari 2016 aku diminta ke BCA Banjarmasin untuk melakukan tanda tangan kontrak. Ah, senang banget! It tooks me like 5 months to get this Accounting Scholarship Program! I’m so thankful and I just feel lucky.  

***

Aku pernah bilang seperti ini di salah satu postingan blog-ku, “Mungkin saja Tuhan mempunyai rencana yang lebih tepat untuk kehidupanku kedepannya. Kita tidak pernah tahu rencana-Nya ‘kan? Aku percaya bahwa masih banyak pintu yang terbuka lebar untuk aku, selagi aku masih mau berusaha dan meyakinkan diri kalau aku dapat mewujudkan apa pun yang aku inginkan.”

Teman-teman, aku sudah membuktikan kalau Tuhan selalu mempunyai rencana yang lebih besar dari rencana kita. I’m moving on from every failure that I received last year because I believe if one door closes, God will open another door as long as I keep moving forward. We plan, Allah also plans. He has a bigger plan for me than I had for myself: I might not get what I want, but I believe I get what I need. Rencana Tuhan memanglah yang terbaik selama kita nggak pernah berhenti berusaha, berdoa, and leave the rest to Him.


Jadi, untuk kalian, jangan pernah berhenti berusaha! Kalau ada kesempatan, take that and fight for it. Untuk kalian yang tertarik mengikuti program ini, semangat dan semoga berhasil! Biar tambah semangat, aku kasih lihat gedung BCA Learning Institute yang ada di Sentul.  


Bagaimana? Keren, ‘kan? Dalamnya lebih keren lagi, lho. Jadi, untuk kalian yang sedang mencari beasiswa Akuntansi (atau mungkin Teknik Informatika), silakan coba program ini, ya. Selama pendidikan 30 bulan beasiswanya penuh, bahkan biaya administrasi SMA semester 6 diganti sama mereka.

Perlengkapan kuliah seperti buku, kamus, dan kalkulator sudah disediakan selama di sana. Terus, waktu kuliah kita dikasih coffee break setiap pagi, makan siang, dan snack di sore hari, sama dikasih uang saku juga setiap bulan. Oh, iya, beasiswa ini untuk lulusan SMA/SMK dengan usia maksimum 20 tahun ya. Akhir kata ada sebuah kutipan untuk para pejuang di luar sana, 


“The hardest battle you will ever have to fight is between you are now and who you want to be.”


***



Terima kasih sudah berkunjung, semoga postingan ini bermanfaat untuk kalian semua ya. Jangan lupa juga untuk mengunjungi Web Karir BCA mengenai FAQ PPA PPTI BCA di sini. Sekian dari aku, if y’all have any question or want to share the same thing like me, feel free to leave them here I’ll answer if I have the time. Thank you and I hope you have a lovely day. 

P.S. Untuk teman-teman yang menanyakan contact personal-ku berupa LINE maaf aku belum bisa kasih. Silakan comment di sini saja ya jika butuh bantuan karena kalau di sini yang lain selain aku juga bisa jawab seandainya aku telat atau nggak bisa jawab atau melalui DM Instagram @salsashf. Terima kasih dan mohon pengertiannya, ya. :)





Continue reading

Rabu, 08 Juni 2016

Review Buku: The Architecture of Love - Ika Natassa

Judul: The Architecture of Love
Penulis: Ika Natassa
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 2016
Tebal: 304 halaman
ISBN: 978-602-03-2926-0


But we are all strangers to one another until we find something that connects us, right?


Blurb:
New York mungkin berada di urutan teratas daftar kota yang paling banyak dijadikan setting cerita atau film. Di beberapa film Hollywood, mulai dari Nora Ephron's You've Got Mail hingga Martin Scorsese's Taxi Driver, New York bahkan bukan sekadar setting namun tampil sebagai "karakter" yang menghidupkan cerita.

Ke kota itulah Raia, seorang penulis, mengejar inspirasi setelah sekian lama tidak mampu menggoreskan satu kalimat pun.

Raia menjadikan setiap sudut New York "kantor"-nya. Berjalan kaki menyusuri Brooklyn sampai Queens, dia mencari sepenggal cerita di tiap jengkalnya, pada orang-orang yang berpapasan dengannya, dalam percakapan yang dia dengar, dalam tatapan yang sedetik-dua detik bertaut dengan kedua matanya. Namun bahkan setelah melakukan itu setiap hari, ditemani daun-daun menguning berguguran hingga butiran salju yang memutihkan kota ini, layar laptop Raia masih saja kosong tanpa cerita.

Sampai akhirnya dia bertemu seseorang yang mengajarinya melihat kota ini dengan cara berbeda. Orang yang juga menyimpan rahasia yang tak pernah dia duga.

Review:

You know you’ve read a good book when you turn the last page and feel a little as if you have lost a friend–that’s how I feel every time I finish Ika Natassa’s books. Sukses dengan A Very Yuppy Wedding (2007), Divortiare (2008), Antologi Rasa (2011), Twivortiare (2012), Twivortiare 2 (2014), Critical Eleven (2015), dan Underground (2016), Ika Natassa kembali melahirkan sebuah novel yang disambut hangat oleh para pembacanya yaitu The Architecture of Love.

Pada Twivortiare, Ika membuat novel dengan konsep Twitter di mana cerita yang disampaikan berasal dari kumpulan tweets, kali ini Ika menghidangkan The Architecture of Love dengan konsep yang juga tidak biasa. Dia memanfaatkan fitur Twitter Poll dengan mengajak pembaca yang juga followers Twitter-nya untuk ikut serta menentukan alur cerita dari awal sampai ending.

Terdengar unik, bukan? Sama seperti novel-novel sebelumnya, Ika Natassa tidak pernah tidak mengecewakan pembaca. Meskipun pada Twitter Poll pembaca ikut serta dalam menentukan kejadian-kejadian yang akan terjadi, Ika mampu membungkus cerita ini dengan sangat baik, ia mengembangkan sebuah ide sederhana menjadi sesuatu yang tidak dapat kita tebak akan mengarah ke mana.

Kisah ini dimulai saat Raia menghadiri pesta pergantian tahun bersama sahabatnya, Erin, di apartemen Aga. Sesaat setelah teriakan penanda tahun baru terdengar, Raia yang memisahkan diri dari kerumunan tidak sengaja bertemu dengan seorang lelaki di sebuah ruangan yang gelap. Sweater abu-abu, celana jins, dan kaus kaki hijau. Laki-laki dengan sorot mata tajam yang tidak Raia ketahui namanya tersebut berhasil mengusik rasa penasaran yang ada di dalam dirinya.


“Tapi Tuhan punya cara-Nya sendiri untuk mempertemukan dan memisahkan, menjauhkan dan mendekatkan, yang tidak pernah bisa kita duga-duga.”


Tidak pernah Raia sangka, di tengah keramaian Wollman Skating Rink, dia kembali dipertemukan dengan lelaki berkaus kaki hijau. Namun, kali ini Raia beruntung untuk mengetahui nama lelaki tersebut. River. The coolest name she has ever heard. And the coolest guy she has ever meet.

Pertemuan kedua River dan Raia pada siang itu adalah awal dari petualangan mereka mengelilingi New York. River berkeliling untuk mengunjungi tempat di mana ia bisa menggambar dan Raia ikut berkeliling bersama River untuk mencari inspirasi menulis. Semakin lama menghabiskan waktu bersama River, Raia sadar bahwa laki-laki misterius itu memiliki kesamaan dengan dirinya–mereka memiliki at least one secret that will break people heart.



“Because you’re as lost as I am, Raia. And in a city this big, it hurts less when you’re not lost alone.”


Sejauh ini, membaca novel-novel Ika Natassa dari Critical Eleven–novel Ika yang pertama kali kubaca–sampai The Architecture of Love, aku masih saja jatuh cinta dengan bahasa yang digunakan. Sederhana, jujur, dan mengalir begitu saja. Tidak hanya berhasil membuat pembaca terkagum-kagum sampai baper dengan karakter-karakternya yang too-good-to-be-true, menurutku Ika juga berhasil membuat cerita yang membawa siapa saja yang membaca karyanya ikut hadir di tengah-tengah cerita tersebut lewat tulisan-tulisannya yang sangat nyata. Bagaimana Ika menjelaskan sesuatu, apa pun itu, sangatlah detail dan tidak setengah-setengah.

Dalam The Architecture of Love, kita diajak Ika mengelilingi New York bersama River dan Raia, mengunjungi gedung-gedung serta tempat-tempat yang menarik. Di sini, Ika dengan sangat baik menjelaskan detail demi detail tempat yang dikunjungi oleh River dan Raia. Whispering Gallery, Flatiron Building, New York Public Library, sampai Paley Park yang sangat menarik perhatianku. Oh, I wish there could be a place like that in my city.

Dengan River kita diajak untuk mengunjungi gedung-gedung yang menjadikan sosoknya yang dingin terlihat berbeda di mata Raia. River dengan penuh semangat menjelaskan setiap detail serta sejarah dari tempat yang mereka kunjungi. Kalau kata Raia, “Siapa pun yang sedang bercerita dengan semangat tentang sesuatu yang menjadi passion-nya memang entah bagaimana selalu terlihat seksi,” Sedang dengan Raia, penulis best-seller yang mengekor River pergi menggambar untuk mencari inspirasi, kita diajari untuk menulis cerita karena kita cinta menulis, menulis kisah karena ada yang ingin kita ceritakan, bukan karena sebuah popularitas.

Sungguh perpaduan yang sangat menarik, memadukan seorang arsitek dan penulis yang sama-sama mencintai passion-nya dan juga sama-sama berusaha menjalani hidup dengan bayang-bayang masa lalu. Ya, The Architecture of Love adalah novel yang menceritakan bagaimana seseorang bangkit dari keterpurukan dengan menekuni apa yang mereka cintai sampai mendapatkan kembali siapa yang pantas mereka cintai.

Beberapa pembaca ada yang menanyakan apakah sebelum membaca The Architecture of Love harus membaca novel-novel tertentu–seperti membaca Twivortiare yang harus membaca Divortiare terlebih dahulu–well, jawabannya tidak. The Architecture of Love ini memiliki cerita tersendiri, hanya saja tokoh Raia Risjad masih berhubungan dengan kedua lelaki yang sampai sekarang masih menarik hati pembaca setia Ika Natassa, siapa lagi kalau bukan kakak beradik, Ale dan Harris Risjad.

Untuk kalian yang sudah pernah membaca Antologi Rasa dan Critical Eleven, serta masih tergila-gila dengan kedua lelaki tersebut, surprise! Yeah. Kalian bakalan melepas rindu dengan mereka di novel ini. Apa peran mereka? Well, cari tahu sendiri, ya! Yang pasti tingkah mereka kalau lagi ngumpul-ngumpul benar-benar menggemaskan. Terutama untuk orang sepertiku yang masih jatuh cinta dengan sosok Aldebaran Risjad. Maaf, ya, River, Ale still holds a special place in my heart.

Untuk cerita yang diangkat pada The Architecture of Love tergolong sederhana dibandingkan Critical Eleven dan konflik yang disuguhkan pun tidak terlalu berat seperti novel-novel Ika yang lain. The Architecture of Love hanyalah sebuah novel sederhana yang mengisahkan dua manusia di masa pelarian mereka yang kemudian dihubungkan oleh gedung-gedung yang mereka datangi untuk menjemput inspirasi.

Menurutku, The Architecture of Love adalah bacaan yang cukup ringan dan manis, sangat manis. Ika menggambarkan tokoh River dan Raia yang seakan-akan kembali jatuh cinta layaknya sepasang anak SMA. Bagaimana Raia menggoda River dengan sebutan Bapak Sungai dan River yang senang sekali menggoda Raia dengan jurus Tom & Jerry-nya. Seperti yang aku bilang, manis, sangat manis.

Di dalam novel ini, Ika berkali-kali mengulang sebuah kalimat sederhana yang entah mengapa terdengar luar biasa. Luar biasa menenangkan. Luar biasa menyakitkan. Luar biasa membingungkan.


“Disayangi itu menyenangkan, Riv.”


Ah, boleh aku ulang lagi? Disayangi itu menyenangkan, Riv. Kalimat tersebut dilontarkan oleh Paul, sahabat River, yang membuatku sama berpikirnya dengan River.

Memang bukan Ika Natassa namanya kalau tidak berhasil memberi pembaca asupan-asupan berupa kalimat-kalimat yang quoteable. Banyak sekali kalimat-kalimat sederhana yang menurutku sangat realistis di dalam novel ini. Kalimat-kalimat yang membuat hati siapa pun yang membaca ikut tergerak dan tersadar bahwa hal-hal tersebut juga sering terjadi di kehidupan kita.

Overall, aku senang sekali dengan The Architecture of Love dan memberikan novel ini 4 dari 5 bintang! Kalau kalian penikmat novel-novel Ika Natassa atau baru membaca beberapa dari novelnya, kalian tetap tidak boleh melewatkan novel yang satu ini. Kapan lagi bisa keliling New York ditemani seorang arsitek dan penulis yang berhasil mengajari kita melihat New York dengan cara mereka masing-masing?


“People say that Paris is the city of love, but for Raia, New York deserves the title more. It’s impossible not to fall in love with the city like it’s almost impossible not to fall in love in the city.”


***



Terima kasih sudah berkunjung! Selamat menikmati The Architecture of Love ditemani Raia dan River selaku Raia's Private Guide Tour. Sampai jumpa di postingan selanjutnya, ya! Semoga di lain waktu kita juga bisa menikmati New York dan melihatnya dengan cara kita sendiri.



  

                                                                                             






Continue reading