Judul: Apa Pun selain Hujan
Penulis: Orizuka
Penerbit: GagasMedia
Terbit: 2016
Tebal: 288 hlm
ISBN: 979-780-850-5
“Aku
mohon, Kay,” kata Wira, tak tahan lagi melihat Kayla yang sudah kuyup. “Apa pun
selain hujan.”
Blurb:
Wira membenci hujan. Hujan mengingatkannya akan sebuah memori
buruk, menyakitinya…
Agar bisa terus melangkah, Wira meninggalkan semuanya. Ia
meninggalkan kota tempat tinggalnya. Meninggalkan mimpi terbesarnya. Bahkan,
meninggalkan perempuan yang disayanginya.
Namun, seberapa pun jauh langkah Wira meninggalkan mimpi, mimpi
itu justru semakin mendekat. Saat ia sedang berusaha keras melupakan masa lalu,
saat itulah ia bertemu Kayla.
Pertemuan itu mengubah segalanya.
Sebuah novel tentang melepaskan mimpi di bawah hujan. Tentang
cinta yang diam-diam tumbuh bersama luka. Juga tentang memaafkan diri sendiri.
Review:
Wirawan Gunadi harus rela melepaskan cita-cita menjadi
seorang taekwondoin semenjak kejadian buruk yang menimpa
dirinya dan kedua sahabatnya. Dengan trauma akan hujan yang terus menghantuinya
serta gunjingan dari orang-orang di sekitar, ia memutuskan untuk melarikan diri
dari hiruk pikuk kota Jakarta dan menetap di sebuah kota di mana tidak seorang
pun akan mengenalnya.
Bersama memori buruk dan rasa bersalah yang terus menghampirinya,
Wira mencoba memulai hidup baru sebagai mahasiswa Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya di kota Malang. Di sana, sosoknya yang pasif semakin menjadi pribadi
yang tidak tersentuh. Wira membangun benteng yang kokoh supaya tidak seorang
pun bisa menyentuh bagian kelam dari dirinya. Tapi, sayangnya, perlahan-lahan
benteng yang ia bangun runtuh semenjak ia dipertemukan dengan gadis bernama
Kayla.
Pertemuan yang tidak disengaja itu menghasilkan pertemuan-pertemuan
manis di antara keduanya. Kayla yang periang dan penuh semangat datang bagaikan
penyelamat untuk Wira yang rapuh dan butuh pertolongan. Kayla dengan sepeda
mini merah mudanya membantu Wira untuk mengayuh dan terus mengayuh roda kehidupan
yang tengah dijalaninya.
Tapi, saat hujan turun, kenangan yang selama ini Wira hindari
tidak pernah absen untuk ikut serta di dalamnya. Wira tidak bisa menghentikan
hujan, apalagi kenangan yang hadir di setiap hujan tiba. Hanya saja, kali ini
mungkin berbeda. Wira tidak lagi sendirian melaluinya, ada Kayla di sampingnya.
Pertanyaan, apakah sosok Kayla dapat membantu Wira untuk bangkit dan berdamai
dengan masa lalunya?
“Semua orang pernah berbuat
kesalahan. Kalian harus belajar memaafkan diri kalian sendiri.”
Straight to the point. Pada Apa
Pun selain Hujan, Orizuka sudah menguraikan memori buruk yang terjadi pada
karakter Wira di bagian prolog. Sehingga, kita langsung bisa membaca cerita
dengan nyaman tanpa harus menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. Cerita pun
kemudian dimulai dengan bagaimana Wira menjalani kehidupan barunya bersama
bayang-bayang masa lalu yang masih sering menghampirinya.
Meski alur yang digunakan terkesan lambat, tidak mengurungkan
niatku untuk bermalas-malasan menghabiskan novel 288 halaman ini. Bahkan, aku
menghabiskan novel ini in just one sit dan
hanya berhenti dua kali karena menangis. Tapi, itulah kehebatan
Orizuka dalam mengolah sebuah cerita. Dengan alur yang lambat di awal cerita,
menjadikan pembaca benar-benar memahami cerita tersebut dari awal dan menemukan
kepuasan sendiri di akhir cerita.
Ya, aku benar-benar puas membaca novel ini. Tema, alur, tokoh,
penokohan, dan setting yang digunakan benar-benar tepat sesuai
takaran. Tema yang diangkat sederhana, konflik yang disuguhkan Orizuka tidak
berlebihan dan dapat kita lihat sendiri cerminannya di kehidupan sehari-hari.
Wira yang rapuh, Kayla yang penuh semangat, Uti yang sabar, Attar
yang menurutku cukup menggemaskan (ha ha!), teman-teman baru Wira yang hangat, dan
tokoh-tokoh pendukung lain yang dihadirkan Orizuka pada novel ini sangat
beranekaragam. Di antara semua tokoh yang ada, yang paling menarik perhatianku
adalah teman-teman Wira di kampus. Mereka menambahkan nuansa baru pada Apa
Pun selain Hujan lewat candaan-candaan ringan yang menggelitik, juga
lewat ketulusan mereka menerima sosok Wira yang selama ini sangat tertutup
dengan mereka.
Setting tempat yang
digunakan pada Apa Pun selain Hujan adalah kota Malang yang
berfokuskan lingkungan Universitas Brawijaya. Di sini, aku berani mengacungi
dua jempol atas riset Orizuka yang memutuskan pergi ke Malang untuk mendalami
latar cerita. Hasilnya benar-benar memuaskan! Gambaran detail mengenai
tempat-tempat yang dikunjungi Wira sudah sangat jelas dan mudah dipahami
sekaligus dibayangkan.
Beberapa bagian favoritku di Apa Pun selain Hujan adalah
interaksi yang terjadi antara Wira dan Kayla serta candaan yang mereka lempar
satu sama lain. Wira yang pendiam dan pemalu seakan-akan tersihir dengan Kayla
yang terang-terangan dan senang memberi sinyal-sinyal maut. (You know what:
kode.) Lalu, ada satu adegan yang bikin aku cekikikan setengah mati. Aku
menyebutnya dengan adegan senior-jari-kelingking, sumpah, ya, humor yang
disuguhkan Orizuka selalu juara!
“Nggak apa-apa, Wira. Selama kamu
tahu letak kesalahanmu dan bersedia memperbaiki diri, nggak apa-apa.”
Pesan-pesan yang ingin disampaikan Orizuka lewat tokoh-tokoh yang
ada sangat banyak dan penuh makna. Melalui karakter Wira, pembaca dapat belajar
untuk memaafkan diri sendiri. Kemudian, pesan lain yang aku tangkap dari
Orizuka adalah apa pun yang sudah terjadi, kita tidak bisa kembali lagi ke masa
itu untuk mengulang bahkan memperbaiki. Semua itu sudah ada di belakang, sudah
sepantasnya kita bangkit dari keterpurukan dan bersiap menghadapi hari esok
dengan penuh semangat dan rasa percaya diri. Jalani hidup sebagaimana mestinya.
“Tapi kamu juga punya kuasa untuk
memercayai dirimu sendiri, juga orang-orang yang benar-benar sayang dan peduli
padamu. Kalau kamu selalu percaya omongan orang lain, kamu tidak akan bisa
bahagia.”
Lalu, janganlah terlalu mendengarkan atau memikirkan apa kata
orang lain tentang hidupmu. Hidupmu, kamu yang menjalani. Terserah apa kata
mereka. Just live your life and prove them wrong. Percaya dengan
dirimu sendiri. Percaya dengan kemampuanmu. Percaya dengan mimpimu.
Kehangatan teman-teman Wira di Teknik Sipil memberikanku pukulan
kecil sebagai pengingat untuk tidak menghakimi seseorang hanya karena dia
senang menyendiri–atau apa pun itu. Aku jadi teringat dengan kutipan, “Everyone
you meet is fighting a battle you know nothing about. Be kind. Always.” Mungkin
hal itu yang tertanam di benak mereka. Ah, teman-teman Wira sangat pantas
menyandang sebutan friendship goals.
Kemudian, kecintaan Wira terhadap taekwondo membuatku termotivasi
untuk menekuni apa yang kucintai. Wira dan juga Kayla membuatku tersadar bahwa
ada cita-cita yang sudah lama kuidam-idamkan dan meminta untuk segera
diwujudkan. Semoga kalian yang sudah membaca atau berencana membaca Apa
Pun selain Hujan juga berpikir demikian.
“Kamu sekarang ada di sini. Kamu
tidak bisa mundur. Kamu hanya bisa berjuang.”
***
P.S.
Terima kasih kepada GagasMedia lewat Truly Love Blog Tour-nya
aku berkesempatan memenangkan buku Orizuka - Apa Pun selain Hujan.
Terima kasih kepada Kak Luckty selaku host dari giveaway Apa Pun
selain Hujan.
Terima kasih dan selamat kuucapkan kepada Kak Orizuka atas
karyanya yang ke-25 ini. Semoga kedepannya semakin mantap lagi, ya! Aku
memberikan Apa Pun selain Hujan 4 dari 5 bintang. Bagaimana
dengan kalian?
0 komentar:
Posting Komentar