Judul: Jakarta Sebelum Pagi
Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit: PT Grasindo
Terbit: Mei, 2016
Tebal: 280 hlm
ISBN: 978-602-375-484-7
“Jakarta
is a weird place, and it gets creepier by the day.”
Blurb:
“Jam tiga dini hari, sweter, dan jalanan yang gelap dan sepi ....
Ada peta, petunjuk; dan Jakarta menjadi tempat yang belum pernah kami datangi
sebelumnya.”
Mawar, hyacinth biru,
dan melati. Dibawa balon perak, tiga bunga diantar setiap hari ke balkon
apartemen Emina. Tanpa pengirim, tanpa pesan; hanya kemungkinan adanya stalker mencurigakan
yang tahu alamat tempat tinggalnya.
Ketika–tanpa rasa takut–Emina mencoba menelusuri jejak sang stalker, pencariannya mengantarkan dirinya kepada gadis kecil
misterius di toko bunga, kamar apartemen sebelah tanpa suara, dan setumpuk
surat cinta berisi kisah yang terlewatkan di hadapan bangunan-bangunan tua Kota
Jakarta.
Review:
I didn’t expect to enjoy Jakarta Sebelum Pagi as much as I do. Bahkan, aku sempat mengalami kesulitan dalam memahami gaya bahasa
yang digunakan–well, mungkin karena Jakarta Sebelum
Pagi merupakan novel pertama Ziggy yang kubaca. Kalimat pertama pada
bagian prolog dalam novel ini sudah cukup untuk membuatku tersedak. Wah,
pembukaan macam apa ini, pikirku. Tapi, seiring berjalannya cerita, aku
mulai menikmati kisah yang disuguhkan penulis.
Kabarnya, orang-orang, kalau sudah
dewasa, biasanya mau coba hidup mandiri. Setelah itu, mereka sadar kalau hidup
mandiri itu membosankan, menyebalkan, dan merepotkan.
Jakarta Sebelum Pagi mengisahkan Emina yang tengah mencari tahu stalker yang setiap hari menerbangkan balon perak ke depan balkon apartemennya. Meski sudah diperingatkan oleh sahabatnya, Nissa, untuk tidak mencari tahu siapa di balik sosok tersebut, Emina yang memiliki tingkat curiosity yang cukup tinggi tetap melakukan pencariannya sendirian.
Pencariannya mengantarkan dirinya kepada gadis kecil bernama Suki.
Dari semua perbincangan yang terjadi dengannya, Emina mendapatkan informasi
bahwa stalker yang selama ini selalu mengetahui
gerak-geriknya, ternyata tinggal di sebelah apartemennya. Tanpa berpikir
panjang apa yang akan dihadapinya, Emina memutuskan untuk menemui stalker tersebut.
Setelah pertemuan pertama yang tidak menyenangkan antara Emina dan
Abel–nama dibalik sosok stalker–, juga Suki yang datang tiba-tiba,
mereka menjadi dekat satu sama lain. Petualangan sederhana mengunjungi
bangunan-bangunan tua di tengah dinginnya Kota Jakarta sebelum pagi hari pun
tercipta lewat setumpuk surat cinta–yang mereka sendiri tidak tahu siapa
penulisnya.
Bersama-sama, mereka belajar untuk melawan rasa sakit.
Bersama-sama, mereka belajar untuk menentukan pilihan yang tepat untuk hidup
mereka; untuk mereka sendiri, bukan orang lain. Bersama-sama, mereka memecahkan
misteri yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Bukannya menemukan orang yang bersedia menghabiskan waktu untuk mendengarkan kamu itu lebih penting daripada memaksakan diri untuk dilihat orang yang bahkan nggak peduli?
Lagian, rasanya bego kalau
terus-terusan sedih, padahal ada banyak yang harus dilakukan dan ada banyak
makanan enak.
Tapi, kita semua merasa sedih,
kadang-kadang. Bukan karena terjebak di masa lalu, tapi karena kita perlu
merasa sedih, kadang-kadang.
Unik dan misterius adalah dua kata yang menurutku pantas
mendeskripsikan novel ini. Mulai dari alur, setting, sampai
penokohannya tergolong sangat tidak biasa–tidak umum seperti novel-novel yang
pernah kubaca. Tema yang diangkat juga tidak biasa dan cukup asing untuk
sebagian orang–pengetahuan-pengetahuan yang diselipkan penulis cukup langka–I
didn’t even know that such things exist. Meskipun demikian, setting tempat
yang ada pada novel ini cukup membuatku merasa dekat. Jakarta and how
fucked up that city has gotten.
Pada Jakarta Sebelum Pagi, penulis tidak secara
jelas menjelaskan karakter-karakternya, juga latar tempat dan suasananya. Tapi
hebatnya, aku tetap menikmati keseluruhan isi cerita tanpa merasa terganggu
dengan hal-hal tersebut. Justru penulis seakan-akan memiliki magnet tersendiri
yang membuat pembaca bisa mengagumi karakter-karakternya tanpa perlu diberikan
gambaran lebih jelas.
Karakter-karakternya unik–seperti yang aku bilang, tidak umum–,
memiliki rahasia dan peran-peran masing, serta pemikiran mereka sangat out
of the box. Menurutku, pemikiran yang mereka sampaikan melalui
interaksi satu sama lain sangat cerdas. Di sini, aku dibuat gemas dengan
karakter Suki. I feel like I want to hug her tight.
Kenapa harus repot-repot mencemaskan
apa yang akan terjadi di masa depan, kalau yang paling penting adalah
sekarang–saat ini?
Berbicara tentang kelebihan dan kekurangan, kelebihan yang ada
pada Jakarta Sebelum Pagi adalah pemilihan kata
oleh penulis. Santai, tidak puitis, tapi tepat sasaran. Keunikan yang dibungkus
melalui kisah-kisah misterius yang tragis, juga petualangan singkat yang hadir
pada dini hari menjadikan sesuatu yang baru untuk dinikmati. Aku juga suka
dengan pemilihan font pada judul, lucu. Ilustrasi-ilustrasi
yang menghiasi beberapa halaman juga sangat cantik.
Untuk kekurangan sendiri terletak pada cover yang
sangat mirip dengan novel I’ll Give You The Sun karya Jandy
Nelson, sangat disayangkan. Lalu, masih ada beberapa typo seperti
kata CHina (hlm. 48), berpikr (hlm. 61), mrmelotot (hlm. 104), dll.
Semoga di cetakan berikutnya bisa lebih baik lagi.
Overall, aku
merekomendasikan Jakarta Sebelum Pagi untuk kalian yang
menginginkan bacaan yang berbeda. Setelah ini, aku mungkin akan berburu
karya-karya Ziggy yang lain. Untuk Aminah, eh, Emina, aku kasih 4 dari 5
bintang dulu ya!
Jangan pernah membaca karena ingin
dianggap pintar; bacalah karena kamu mau membaca, dan dengan sendirinya kamu
akan jadi pintar.
Salah satu potongan surat cinta favoritku:

0 komentar:
Posting Komentar