Judul: The Stolen
Years
Penulis: Ba Yue
Chang An
Penerjemah: Jeanni
Hidayat
Penerbit: Penerbit
Haru
Terbit: Cetakan
pertama, Januari 2016
Tebal: 348 hlm; 20
cm
ISBN:
978-602-7742-66-6
“Cinta
memang masalah yang rumit dan membingungkan. Intinya cuma satu, apakah kau
mencintainya?”
Blurb:
Benarkah
waktu dapat mengikis perasaan cinta?
Hal
terakhir yang diingat He Man adalah ia sedang berbulan madu dengan suaminya,
Xie Yu. Namun, tiba-tiba gadis itu terbangun di rumah sakit dan sudah bercerai.
He Man mengalami amnesia dan lupa akan lima tahun terakhirnya.
Ia
tidak mengerti mengapa ia bisa bercerai dari Xie Yu padahal mereka saling
mencintai. Ia tidak mengerti mengapa sahabatnya sekarang malah menjadi
musuhnya. Ia tidak mengerti mengapa seakan semua orang membencinya.
Ketika
He Man berusaha mengumpulkan kembali kenangan dan ingatannya, ia mulai
menemukan hal-hal yang tidak pernah ia duga sebelumnya
Review:
Dulu, aku pernah
memikirkan bagaimana sih rasanya menjadi seseorang yang mengalami amnesia
disosiatif. Bukankah sangat baik untuk tidak mengetahui apa saja peristiwa
traumatik yang sudah terjadi di masa lalu? Kita seperti terlahir kembali tanpa
masalah-masalah yang selama ini pernah menghantui.
In fact, it’s not
that simple. Dalam novel The Stolen Years, He Man mengalami
hilang ingatan jangka pendek. Memori terakhir yang dimilikinya adalah bulan
madu yang sangat menyenangkan bersama Xie Yu, suaminya. Mengendarai motor,
menikmati angin malam, dan tidak sengaja menabrak pohon. Namun, saat He Man
terbangun dari tidur panjangnya, ia dikejutkan dengan kenyataan bahwa kejadian
tersebut merupakan kejadian lima tahun yang lalu.
He Man tidak
pernah mengira kasus hilang ingatan yang ia kira cuma akan terjadi di novel
atau adegan drama tengah menimpa dirinya. Belum sempat memikirkan apa yang
sebenarnya terjadi di dalam otaknya, He Man harus menerima berbagai macam
kenyataan pahit mulai dari perceraiannya dengan Xie Yu, hubungan persahabatannya
dengan Xiao Huan yang kandas, dan kenyataan bahwa Xie Yu telah memiliki seorang
kekasih.
Salah satu cara
yang dapat membantu untuk memulihkan kembali ingatan He Man adalah rutin
berhubungan dengan keluarga dekat, teman, ataupun orang yang mengenal baik masa
lalunya. Dengan harapan dapat mengumpulkan kembali kepingan-kepingan memori
yang hilang, He Man pun memutuskan untuk pulang ke rumahnya yang ‘sebenarnya’,
di mana ia dan Xie Yu tinggal bersama.
Lambat laun, satu
per satu kebenaran tentang dirinya lima tahun belakangan terungkap dan membuat
He Man tidak habis pikir. Bagaimana bisa ‘He Man yang dulu’ yang begitu manja,
keras kepala, dan bersemangat menjadi sosok yang mengerikan–‘He Man yang sekarang’.
“Seberapa besarkah kemampuan manusia
untuk dapat menerima suatu kenyataan hidup? Hanya orang yang pernah terluka
begitu parahnya yang akan bisa mengerti. Asalkan masih hidup, kita pasti bisa
melalui apa pun yang akan terjadi selanjutnya.”
The Stolen Years merupakan
M-Novel pertama yang kubaca. Tidak kusangka akan sangat menikmati gaya
penulisan yang dibawakan Ba Yue Chang An: pelan, ringkas, dan jelas. Selain
gaya penulisan yang nyaman diikuti–setiap bab berisikan beberapa sub-bab yang
terdiri dari dua sampai lima halaman–aku sangat menikmati bahasa terjemahan
oleh Jeanni Hidayat yang smooth dan mudah dipahami.
Yang kusukai dari
novel The Stolen Years adalah alur campuran yang dibawakan
penulis sangat rapi. Cerita bergerak maju yang kemudian menampilkan beberapa
potongan flashback yang menjelaskan latar belakang cerita. Aku
sama sekali tidak merasa kesulitan dalam membaca novel ini, bahkan alur yang
digunakan sangat mendukungku untuk memahami perkembangan karakter Xie Yu dan He
Man.
Aku sangat senang
mengikuti perkembangan karakter Xie Yu, dia benar-benar karakter favoritku.
Kepedulian dan kasih sayangnya terhadap He Man sangat tulus. Bagaimana ia
memanfaatkan kesempatan kedua dalam hubungannya dengan He Man sangat
mengharukan. Selain Xie Yu, ada Xiao Huan karakter pendukung yang menjadi
favoritku. Dia adalah sosok sahabat yang luar biasa!
“Kesungguhan cinta bisa dilihat
saat mereka menemui cobaan dalam kehidupan.”
“Kau akan jatuh sakit kalau begitu
terus. Memaksa diri untuk tetap tersenyum walaupun hatimu sedih… bukankah itu
sangat menyedihkan? Kau harus belajar untuk melampiaskan emosimu.”
“Yang lalu biarlah berlalu. Semarah
apa pun aku saat itu dan seberapa pun merasa bersalahnya kau kepadaku, itu
tidak akan mengubah apa-apa. Hanya saja, waktu bertemu denganmu tadi, aku sadar
diriku masih ingin menjadi sahabatmu. Ingin selamanya menjadi teman baikmu…”
Hal lain yang
kusukai dari novel ini adalah konflik rumah tangga yang terjadi merupakan
permasalahan yang sering kali kita jumpai di kehidupan nyata. Sangat realistis.
Xie Yu sebagai seorang suami kehilangan kepercayaan terhadap pernikahannya
setelah istrinya memiliki posisi yang lebih tinggi di perusaahan. Xie Yu pun
semakin kacau setelah He Man berubah menjadi pribadi yang angkuh, dingin, dan
sangat disiplin.
Memang benar,
mempertahankan lebih sulit daripada mendapatkan. Hubungan Xie Yu dan He Man
yang awalnya sangat manis dan menyenangkan perlahan mulai pudar karena
keegoisan masing-masing. Mereka seakan-akan lupa bahwa dalam membangun sebuah
hubungan, kita tidak hanya sekadar bermodalkan saling mencintai, namun juga
saling mendukung dan memberikan rasa nyaman satu sama lain.
“Inikah rasanya kekecewaan? Seolah
sebuah hati yang hancur lebur bisa terlihat dengan begitu jelas; seakan langit
mendadak menjadi gelap?
Suatu kekecewaan yang terlalu dalam…
Umumnya, manusia malah tidak menangis
ketika merasakannya.”
Selama
membaca The Stolen Years, aku merasa emosiku dipermainkan oleh
penulis. Turun-naik bagaikan menaiki wahana roller coaster yang
tidak kuketahui kapan akan berhenti, juga manis, asam, dan asin bagaikan permen
nano-nano. Bagaimana tidak, di saat kukira ceritanya akan berakhir dengan
bahagia, penulis kembali mengguncangku dengan sebuah kejutan terakhir yang
sangat tiba-tiba. Saking unpredictable-nya plot twist yang
digunakan penulis, aku sampai tidak kuasa menahan tangis. Terutama bagian ending-nya
yang ah, sudahlah. Benar-benar sudahlah.
Setelah selesai
membaca, aku langsung tertarik untuk menonton filmnya untuk membandingkan serta
berharap mendapatkan ending yang lebih memuaskan. (FYI: Kisah The Stolen Years ini
awalnya adalah sebuah skenario film yang kemudian dibukukan.) Kalau aku
menangis sesenggukan di bagian akhir novelnya, aku menangis
semenangis-nangisnya dari bagian tengah sampai akhir filmnya–mungkin karena aku
sudah tahu ke mana arah ceritanya. Dibanding novelnya, ending di
dalam film lebih detail dan ternyata aku lebih memilih ending yang
ada pada novel.
“Cinta akan selamanya hidup di
dalam ingatan manusia, akan menancapkan akarnya dengan kuat di dalam otak
manusia. Selalu menunggu kehadiran kekasih yang dicintainya.”
Dan guys,
you have no idea how much I love the book! Plot, karakter, dan
pesan-pesan yang ada tersampaikan dengan baik oleh penulis. Gaya penulisan yang
nyaman dibaca, pemilihan kata dari penerjemah yang ringan dan tepat,
serta cover-nya yang sangat manis dan terkesan teduh merupakan
rangkaian nilai tambahan untuk novel yang satu ini. Without a doubt,
I’m giving five big stars for a sad beautiful tragic love affair between Xie Yu
and He Man!

0 komentar:
Posting Komentar