Kamis, 30 Juni 2016

Review Buku: Apa Pun selain Hujan - Orizuka


Judul: Apa Pun selain Hujan
Penulis: Orizuka
Penerbit: GagasMedia
Terbit: 2016
Tebal: 288 hlm
ISBN: 979-780-850-5

“Aku mohon, Kay,” kata Wira, tak tahan lagi melihat Kayla yang sudah kuyup. “Apa pun selain hujan.”

Blurb:
Wira membenci hujan. Hujan mengingatkannya akan sebuah memori buruk, menyakitinya…

Agar bisa terus melangkah, Wira meninggalkan semuanya. Ia meninggalkan kota tempat tinggalnya. Meninggalkan mimpi terbesarnya. Bahkan, meninggalkan perempuan yang disayanginya.

Namun, seberapa pun jauh langkah Wira meninggalkan mimpi, mimpi itu justru semakin mendekat. Saat ia sedang berusaha keras melupakan masa lalu, saat itulah ia bertemu Kayla.

Pertemuan itu mengubah segalanya.

Sebuah novel tentang melepaskan mimpi di bawah hujan. Tentang cinta yang diam-diam tumbuh bersama luka. Juga tentang memaafkan diri sendiri.

Review:
Wirawan Gunadi harus rela melepaskan cita-cita menjadi seorang taekwondoin semenjak kejadian buruk yang menimpa dirinya dan kedua sahabatnya. Dengan trauma akan hujan yang terus menghantuinya serta gunjingan dari orang-orang di sekitar, ia memutuskan untuk melarikan diri dari hiruk pikuk kota Jakarta dan menetap di sebuah kota di mana tidak seorang pun akan mengenalnya.

Bersama memori buruk dan rasa bersalah yang terus menghampirinya, Wira mencoba memulai hidup baru sebagai mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Brawijaya di kota Malang. Di sana, sosoknya yang pasif semakin menjadi pribadi yang tidak tersentuh. Wira membangun benteng yang kokoh supaya tidak seorang pun bisa menyentuh bagian kelam dari dirinya. Tapi, sayangnya, perlahan-lahan benteng yang ia bangun runtuh semenjak ia dipertemukan dengan gadis bernama Kayla.

Pertemuan yang tidak disengaja itu menghasilkan pertemuan-pertemuan manis di antara keduanya. Kayla yang periang dan penuh semangat datang bagaikan penyelamat untuk Wira yang rapuh dan butuh pertolongan. Kayla dengan sepeda mini merah mudanya membantu Wira untuk mengayuh dan terus mengayuh roda kehidupan yang tengah dijalaninya.

Tapi, saat hujan turun, kenangan yang selama ini Wira hindari tidak pernah absen untuk ikut serta di dalamnya. Wira tidak bisa menghentikan hujan, apalagi kenangan yang hadir di setiap hujan tiba. Hanya saja, kali ini mungkin berbeda. Wira tidak lagi sendirian melaluinya, ada Kayla di sampingnya. Pertanyaan, apakah sosok Kayla dapat membantu Wira untuk bangkit dan berdamai dengan masa lalunya?


“Semua orang pernah berbuat kesalahan. Kalian harus belajar memaafkan diri kalian sendiri.”


Straight to the point. Pada Apa Pun selain Hujan, Orizuka sudah menguraikan memori buruk yang terjadi pada karakter Wira di bagian prolog. Sehingga, kita langsung bisa membaca cerita dengan nyaman tanpa harus menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. Cerita pun kemudian dimulai dengan bagaimana Wira menjalani kehidupan barunya bersama bayang-bayang masa lalu yang masih sering menghampirinya.

Meski alur yang digunakan terkesan lambat, tidak mengurungkan niatku untuk bermalas-malasan menghabiskan novel 288 halaman ini. Bahkan, aku menghabiskan novel ini in just one sit dan hanya berhenti dua kali karena menangisTapi, itulah kehebatan Orizuka dalam mengolah sebuah cerita. Dengan alur yang lambat di awal cerita, menjadikan pembaca benar-benar memahami cerita tersebut dari awal dan menemukan kepuasan sendiri di akhir cerita.

Ya, aku benar-benar puas membaca novel ini. Tema, alur, tokoh, penokohan, dan setting yang digunakan benar-benar tepat sesuai takaran. Tema yang diangkat sederhana, konflik yang disuguhkan Orizuka tidak berlebihan dan dapat kita lihat sendiri cerminannya di kehidupan sehari-hari.

Wira yang rapuh, Kayla yang penuh semangat, Uti yang sabar, Attar yang menurutku cukup menggemaskan (ha ha!), teman-teman baru Wira yang hangat, dan tokoh-tokoh pendukung lain yang dihadirkan Orizuka pada novel ini sangat beranekaragam. Di antara semua tokoh yang ada, yang paling menarik perhatianku adalah teman-teman Wira di kampus. Mereka menambahkan nuansa baru pada Apa Pun selain Hujan lewat candaan-candaan ringan yang menggelitik, juga lewat ketulusan mereka menerima sosok Wira yang selama ini sangat tertutup dengan mereka.

Setting tempat yang digunakan pada Apa Pun selain Hujan adalah kota Malang yang berfokuskan lingkungan Universitas Brawijaya. Di sini, aku berani mengacungi dua jempol atas riset Orizuka yang memutuskan pergi ke Malang untuk mendalami latar cerita. Hasilnya benar-benar memuaskan! Gambaran detail mengenai tempat-tempat yang dikunjungi Wira sudah sangat jelas dan mudah dipahami sekaligus dibayangkan.

Beberapa bagian favoritku di Apa Pun selain Hujan adalah interaksi yang terjadi antara Wira dan Kayla serta candaan yang mereka lempar satu sama lain. Wira yang pendiam dan pemalu seakan-akan tersihir dengan Kayla yang terang-terangan dan senang memberi sinyal-sinyal maut. (You know what: kode.) Lalu, ada satu adegan yang bikin aku cekikikan setengah mati. Aku menyebutnya dengan adegan senior-jari-kelingking, sumpah, ya, humor yang disuguhkan Orizuka selalu juara!


“Nggak apa-apa, Wira. Selama kamu tahu letak kesalahanmu dan bersedia memperbaiki diri, nggak apa-apa.”


Pesan-pesan yang ingin disampaikan Orizuka lewat tokoh-tokoh yang ada sangat banyak dan penuh makna. Melalui karakter Wira, pembaca dapat belajar untuk memaafkan diri sendiri. Kemudian, pesan lain yang aku tangkap dari Orizuka adalah apa pun yang sudah terjadi, kita tidak bisa kembali lagi ke masa itu untuk mengulang bahkan memperbaiki. Semua itu sudah ada di belakang, sudah sepantasnya kita bangkit dari keterpurukan dan bersiap menghadapi hari esok dengan penuh semangat dan rasa percaya diri. Jalani hidup sebagaimana mestinya.


“Tapi kamu juga punya kuasa untuk memercayai dirimu sendiri, juga orang-orang yang benar-benar sayang dan peduli padamu. Kalau kamu selalu percaya omongan orang lain, kamu tidak akan bisa bahagia.”


Lalu, janganlah terlalu mendengarkan atau memikirkan apa kata orang lain tentang hidupmu. Hidupmu, kamu yang menjalani. Terserah apa kata mereka. Just live your life and prove them wrong. Percaya dengan dirimu sendiri. Percaya dengan kemampuanmu. Percaya dengan mimpimu.

Kehangatan teman-teman Wira di Teknik Sipil memberikanku pukulan kecil sebagai pengingat untuk tidak menghakimi seseorang hanya karena dia senang menyendiri–atau apa pun itu. Aku jadi teringat dengan kutipan, “Everyone you meet is fighting a battle you know nothing about. Be kind. Always.” Mungkin hal itu yang tertanam di benak mereka. Ah, teman-teman Wira sangat pantas menyandang sebutan friendship goals.

Kemudian, kecintaan Wira terhadap taekwondo membuatku termotivasi untuk menekuni apa yang kucintai. Wira dan juga Kayla membuatku tersadar bahwa ada cita-cita yang sudah lama kuidam-idamkan dan meminta untuk segera diwujudkan. Semoga kalian yang sudah membaca atau berencana membaca Apa Pun selain Hujan juga berpikir demikian.


“Kamu sekarang ada di sini. Kamu tidak bisa mundur. Kamu hanya bisa berjuang.” 


***

P.S.
Terima kasih kepada GagasMedia lewat Truly Love Blog Tour-nya aku berkesempatan memenangkan buku Orizuka - Apa Pun selain Hujan. Terima kasih kepada Kak Luckty selaku host dari giveaway Apa Pun selain Hujan.

Terima kasih dan selamat kuucapkan kepada Kak Orizuka atas karyanya yang ke-25 ini. Semoga kedepannya semakin mantap lagi, ya! Aku memberikan Apa Pun selain Hujan 4 dari 5 bintang. Bagaimana dengan kalian?



Share:

0 komentar:

Posting Komentar