Rabu, 02 September 2015

Review Buku: Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990 - Pidi Baiq

Judul: Dilan, Dia adalah Dilanku Tahun 1990
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit:  DAR! Mizan/Pastel Books
Terbit: April, 2014
Tebal: 332 hlm
ISBN: 9786027870413

“Cinta itu indah, jika bagimu tidak, mungkin kamu salah milih pasangan.”

Blurb:
“Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu.
Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja.”
(Dilan 1990)

“Milea, jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu,
nanti, besoknya, orang itu akan hilang.”
(Dilan 1990)

“Cinta sejati adalah kenyamanan, kepercayaan, dan dukungan.
Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli.”
(Milea 1990)

Review:
Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990 merupakan novel karya Pidi Baiq yang bulan Agustus lalu aku beli secara random bersama dengan buku keduanya yaitu Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1991. Buku ini tidak memiliki sinopsis pada sampul belakang sebagaimana novel biasanya, namun yang membuat aku tertarik untuk membeli buku ini adalah pada sampul belakang berisikan kutipan-kutipan yang berasal dari novel tersebut serta beberapa testimoni dari pembaca.

Kisah ini berawal dari Milea yang sedang berjalan kaki menuju SMA barunya, tiba-tiba Dilan datang dan langsung memanggil namanya. Tanpa basa-basi, Dilan mengatakan bahwa dia akan meramal Milea bahwa mereka akan bertemu kembali di kantin sekolah. Walaupun ramalan tersebut tidak tepat, yang Milea tahu adalah Sang Peramal tersebut merupakan lelaki yang pada akhirnya berhasil mengisi hari-harinya menjadi lebih baik.

Dalam novel ini, Dilan adalah sosok lelaki yang baik dan juga cerdas serta memiliki sifat yang cukup keras. Selain itu, Dilan merupakan seorang lelaki yang tahu bagaimana cara memperlakukan dan menyenangkan hati perempuan. Romantis, Dilan sangat romantis dengan caranya sendiri. Kemudian, penulis menggambarkan karakter Milea sebagai perempuan yang sangat cantik. Selain Dilan, masih banyak lelaki yang secara terang-terangan menunjukan rasa suka terhadapnya bahkan mengejarnya.

Buku ini berhasil membuat aku jatuh cinta kepada sosok Dilan. Dilan tidak digambarkan sebagai pemuda yang dapat menarik hati perempuan karena ketampanannya, tidak, ia biasa saja. Namun dibalik itu semua, dia adalah sosok yang mampu menghidupkan suasana menjadi lebih menyenangkan dan berkesan, serta tingkahnya yang tidak dapat ditebak.

Kisah yang diangkat memang cukup standar mengenai kisah percintaan anak SMA, namun Pidi Baiq berhasil mengolah kisah ini menjadi unik. Buku ini banyak berisikan dialog antartokoh. Bahasa yang penulis bawakan cukup sederhana walaupun terkadang ada kalimat yang sulit dimengerti. Di dalam buku ini dilengkapi ilustrasi-ilustrasi yang menarik yang digambar langsung oleh sang penulis.

Overall, aku sangat menikmati membaca buku ini. Membaca buku ini seperti sebuah candu dimana kita dibuat selalu penasaran akan apa yang ada pada halaman berikutnya. Bukan, lebih tepatnya, Dilan adalah candu. Kata-katanya, puisi yang ia buat, perilakunya, serta keanehannya adalah kekuatan tersendiri di dalam novel ini.

Pidi Baiq berhasil menggambarkan Bandung yang romantis pada tahun 1990 bersama Dilan dan Milea. Selama membaca novel ini, aku tidak bisa berhenti cengengesan dan merasa sangat bahagia karena berhasil memposisikan diriku sebagai Milea, he he. Memang buku ini dari sudut pandang perempuan sangatlah bagus dan romantis, perempuan mana yang tidak jatuh cinta dengan karakter Dilan? Sedangkan dari sudut pandang lelaki, buku ini mengharuskan mereka–para lelaki–untuk menjadi lebih romantis daripada Dilan, dengan cara mereka masing-masing tentunya.

Baiklah, untuk kalian yang sedang rindu dengan Dilan dan Milea atau ingin tahu seperti apakah Dilan, silakan dilihat beberapa kalimat Dilan maupun percakapannya dengan Milea. Selamat jatuh cinta!




“Milea. Kamu cantik. Tapi, aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja.”


“Nanti kalau kamu mau tidur, percayalah aku sedang mengucapkan selamat tidur dari jauh. Kamu nggak akan denger.”


“Selamat ulang tahun, Milea. Ini hadiah untukmu, cuma TTS. Tapi sudah kuisi semua. Aku sayang kamu. Aku tidak mau kamu pusing karena harus mengisinya.”


“Jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu, Milea. Nanti, besoknya, orang itu akan hilang!”


“Kalau kamu merasa tidak kuperhatikan, maaf. Akunya sibuk merhatiin lingkunganmu. Barangkali ada orang mengganggumu, kuhajar dia!”


“Cemburu dong. Cemburu nggak?”
“Jangan. Nanti merepotkanmu.”


“Aku rindu. Boleh?”
“Rindu ke siapa?”
“Ke Dilan.”
“Sama.”
“Makasih.”
“Aku juga rindu… ke Dilan”
“Ih!”


“Jangan ketawa. Nanti laki-laki itu suka padamu. Ketawamu bagus.”


“Cemburu itu hanya untuk orang yang nggak percaya diri. Dan sekarang aku sedang tidak percaya diri.”


“Aku pernah meramal kamu nanti akan naik motorku, Ingat?”
“Iya.”
“Bantu aku.”
“Bantu apa?”
“Mewujudkannya.”


“Tolong bilang ke ibumu. Aku mencintai anak sulungnya.”
“Tolong bilang juga ke Bunda. Terimakasih sudah melahirkan orang yang aku cintai.”


“Mana tanganmu?”
“Kenapa?”
“Mau megang lagi.”


“Kamu bisa bilang ‘Aku sayang kamu’ kalau mau.”
“Ke siapa?”
“Ke aku.”
“He he he. Kamu dulu.”
“Ke siapa?”
“Ke aku, lah.”
“Bilang apa?”
“Aku sayang kamu.”
“Yaaa, sudah kamu duluin.”


“Milea 2”
Katakan sekarang
Kalau kue kau anggap apa dirimu?
Roti cokelat? Roti keju?
Martabak? Kroket?Bakwan?
Ayolah!
Aku ingin memesannya
untuk malam ini
Aku mau kamu

Dilan, Bandung 1990





Terima kasih Pidi Baiq atas Dilan yang luar biasa. Ia sosok yang nakal namun tidak brengsek. Laki-laki yang bertanggung jawab, humoris, gigih, berani, jujur akan perasaannya, berprinsip dan menghormati serta menyayangi Ibunya dengan baik. Sungguh tidak salah kalau Milea pernah berkata, “Biar bagaimanapun dia adalah Dilan, Dilanku, milikku. Dan sudah, aku tidak minta apa-apa lagi.” Karena dengan Dilan, semua terasa sempurna.




“Dilan mungkin tidak paham dengan teori bagaimana seorang lelaki harus memperlakukan wanita, tapi apa yang dia lakukan selalu bisa membuat aku merasa istimewa dan lain daripada yang lain. Menjadi wanita yang paling indah yang pernah kurasakan. Tanpa perlu berlebihan bagi dia untuk membuat aku merasa lebih.”


– Milea




Share:

1 komentar: